PKS KTH Masyarakat Penyangga dan BTNGC Bentuk Penghormatan dan Pengakuan Sejarah Pengelolaan Hutan Gunung Ciremai

PKS KTH Masyarakat Penyangga dan BTNGC Bentuk Penghormatan dan Pengakuan Sejarah Pengelolaan Hutan Gunung Ciremai

Jumat, 15 Agustus 2025

 

Conpress Pengurus dan Pembina Paguyuban Silihwangi dengan Awak Media 

Kuningan, Penetapan zonasi yang tercantum dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) melalui Keputusan Dirjen KSDAE No: SK.193/KSDAE/RKK/KSA.0/10/2022, yang mengatur zonasi TNGC di wilayah Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat tidak bisa terlepas dari peran serta masyarakat desa penyangga yang sudah puluhan tahun memanfaatkan dan melestarikan hutan dalam kehidupan sehari-hari. 


Sejak lama, puluhan desa telah mengelilingi kawasan Gunung Ciremai. Jauh sebelum penetapan kawasan ini sebagai taman nasional pada tahun 2004, warga setempat telah hidup dari hasil hutan dan mengelola sumber daya alam secara tradisional.


Kini, masyarakat di sekitar TNGC terorganisir dalam kelompok-kelompok tani hutan, seperti "Paguyuban Silihwangi Majakuning," yang turut aktif dalam upaya konservasi.


Masyarakat ini tidak sekadar memanfaatkan hasil hutan, tetapi juga memeliharanya. Mereka secara turun-temurun menjaga batas wilayah hutan, membersihkan mata air, menerapkan larangan adat, menangani kebakaran hutan, menanam pohon endemik dan MPTS (Multi Purpose Tree Species), serta merawat sekat bakar. Bahkan, di sejumlah desa telah berdiri persemaian swadaya yang memproduksi ribuan bibit pohon secara mandiri.


Sejarah tentang kehidupan masyarakat desa penyangga TNGC ini yang nantinya menjadi salah satu dasar kebijakan dalam penentuan zonasi dalam Taman Nasional.


Hal ini diungkapkan Ketua Paguyuban Silihwangi Majakuning, Edi Syukur didampingi Pembina, Nandar dan Sekretaris, Roni saat ditemui di RM Mewah, Bandorasa, Rabu, (13/8).


Menurutnya, sistem zonasi taman nasional mencakup beberapa kategori wilayah, yaitu: zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona rehabilitasi, dan zona tradisional.


"Zona Tradisional ini dirancang khusus untuk memberikan ruang kepada masyarakat lokal agar tetap bisa menjalankan aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya secara berkelanjutan, sebagaimana diatur dalam Perdirjen KSDAE No. 6 Tahun 2018 tentang petunjuk teknis kemitraan konservasi", jelas Edi


Nyambung dari penjelasan Edi, Nandar sebagai pembina paguyuban menambahkan, Zona tradisional merupakan bentuk penghormatan dan pengakuan secara hukum terhadap hak masyarakat adat dan lokal untuk memanfaatkan kawasan secara bijaksana. Namun implementasinya harus diawasi agar tidak menyimpang menjadi bentuk diskriminasi


"Masyarakat lokal sebenarnya memiliki potensi besar sebagai mitra pemerintah dalam menjaga kawasan konservasi. Oleh karena itu Perjanjian Kerjasama (PKS) antara KTH dan BTNGC terkait pengelolaan konservasi sangat penting sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan pemerintah terhadap sejarah pengelolaan Hutan Gunung Ciremai," ungkap Nandar.


Dalam sejarah perjuangan KTH binaan Paguyuban Silihwangi Majakuning pada Kerjasama Kemitraan Konservasi Pemberdayaan Masyarakat Penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai ada beberapa kegiatan penting yang sudah diperjuangkan diantaranya,


30 Maret 2023 - Kegiatan Verifikasi Subjek, Kegiatan Ferifikasi ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa calon kemitraan konservasi permberdayaan masyarakat adalah bener bener masyarakat penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai dengan dibuktikan dengan KTP dan di Saksikan Oleh Kepala Desa


8-10 Juni 2023 - Kelompok Tani Hutan (KTH) Binaan Paguyuban Silihwangi Beserta Team Kolaboratif Lainnya, Mengadakan Identifikasi Objek Zona Tradisional Kemitraan Konservasi Pemungutan HHBK di Taman Nasional Gunung Ciremai.

Dan Selanjutnya Kelompok Tani Hutan (KTH) Binaan Paguyuban Silihwangi Majakuning Memohon Untuk Segera Dilaksanakannya Kegiatan Perjanjian Kerjasama (PKS) Oleh Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, Demi Keberlangsungan Kehidupan dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Penyangga Taman Taman Nasional Gunung Ciremai.


25 Agustus 2023 - Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Kelompok Tani Hutan (KTH) pada 24 Desa bersama Instansi Pemerintah dan Lembaga Sosial Masyarakat terkait untuk ikut peran serta pada kegiatan Karhutlah sejak awal di ketemukan munculnya api Jumat (25/8/2023)


09 Januari 2024 - Kegiatan Penanaman Pohon Endemik dan MPTS 28 Kelompok Tani Hutan ( K T H ) Dengan Jumlah 100.000 Pohon Endemik dan MPTS dan Kegiatan Ini Mandiri Dari KTH dan MPA Binaan Paguyuban Silihwangi Majakuning Di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Pada Tahun 2024


14 Juni 2025 - 28 KTH dan MPA Binaan Paguyuban Silihwangi Majakuning Melaksanakan Kegiatan Pemeliharaan sekat bakar Kolaboratif dengan Masing Masing Desa nya.


24 Mei 2025 - Telah melaksanakan kegiatan Penanaman Pohon Endemik Di lembah Cilengkrang Penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai. Kegiatan ini merupakan Peran Serta Paguyuban Silihwangi Majakuning dengan BTNGC DAN ARUNIKA EATERY dalam mendukung dan melestarikan lingkungan TNGC .Dengan Melibatkan Perwakilan 50 Anggota KTH dan MPA serta Mendukung 100 Pohon Endemik TNGC


Terpisah, BTNGC melalui Kasubag TU, menjelaskan adanya pengakuan keberadaan Kelompok Tani Hutan (KTH) di desa penyangga yang menjadi pertimbangan dalam penentuan kebijakan dalam pengelolaan kawasan konservasi TNGC. 


"Dalam hal pemungutan HHBK terutama penyadapan getah pinus oleh KTH kami juga mempertimbangkan sejarah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Ini adalah sebuah konsep pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagai pelaku utama dalam menjaga dan memanfaatkan hutan secara berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk menjaga kelestarian fungsi hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat," terangnya.


Karena ini menyangkut kesejahteraan ekonomi masyarakat desa penyangga, makanya kami juga sedang berproses mencari formula yang tepat kolaborasi antara masyarakat dengan TNGC dalam pengelolaan kawasan konservasi.


.(One)