PEKAT IB Kuningan Soroti Pariwisata Massal di Lereng Gunung Ciremai

Pembangunan Hotel dengan Konstruksi Berat di Lereng Gunung Ciremai
KUNINGAN (BM) - Ekologi vs Pembangunan Wisata kerap kali menjadi polemik dalam pembangunan di suatu daerah atau negara. Termasuk saat ini, pengembangan wisata di lereng gunung Ciremai menuai kontroversi dari beberapa pihak pemerhati lingkungan, ormas dan masyarakat.
Ekologi vs pembangunan wisata adalah tarik-menarik antara konservasi alam dan pertumbuhan ekonomi, di mana ekologi menuntut perlindungan lingkungan, sementara pembangunan wisata bertujuan memanfaatkan sumber daya alam dan budaya untuk keuntungan ekonomi, seringkali berpotensi merusak lingkungan jika tidak dikelola dengan baik (pariwisata massal).
Salah satu usaha wisata yang mendapat banyak sorotan adalah pengembangan wisata terbesar di kabupaten Kuningan yang bernuansa jepang karena dinilai tidak memperhatikan faktor ekologi.
Permasalahan ini juga mendapat sorotan dari DPD PEKAT IB Kuningan. Menjabat sebagai PLT ketua, Donny Sigakole menyayangkan kebijakan Pemkab Kuningan dalam pemberian ijin usaha dengan konstruksi berat di wilayah lereng gunung Ciremai ini.
"Berapa banyak dan berapa luas tumbuhan atau hutan yang sekarang hilang kemudian berubah jadi bangunan wisata, seperti glamping, restoran dan hotel dengan konstruksi berat. Itu sangat jelas akan mempengaruhi ekologi di lereng gunung Ciremai," ungkapnya.
Kejadian longsor tempo hari di desa Pajambon sebenarnya merupakan peringatan keras dari alam. Bahwa alam setempat sudah terlalu berat menahan beban akibat perubahan ekologi diatas.
"Jangan hanya karena seorang pengusaha sudah punya power di dunia politik, lantas kemudian bisa menjalankan usahanya dengan leluasa dengan dalih menyerap tenaga kerja, meningkatkan PAD, menumbuhkan ekonomi, namun dibalik itu meraup keuntungan dari eksplorasi alam. Lalu bagaimana generasi di masa depan kalau hal ini bisa menjadi blunder bagi Pemkab Kuningan karena menimbulkan bencana alam?" Kata Donny.
Senada dengan Ketua, sekretaris DPD PEKAT IB Kuningan, Irwan Dirgantara, ST meminta pemerintah segera mengambil langkah strategis menyikapi persoalan ini.
"Solusinya adalah ekowisata atau pariwisata berkelanjutan, yang mengintegrasikan ketiga pilar (lingkungan, sosial, ekonomi) agar pariwisata bisa berkembang sambil melestarikan alam dan menyejahterakan masyarakat lokal," ujarnya
Ekologi (Konservasi Lingkungan) lebih fokus bagaimana melindungi keanekaragaman hayati, habitat alami, dan sumber daya alam (flora, fauna, bentang alam). Dengan Pendekatan Meminimalkan dampak negatif, mencegah polusi, pengelolaan sampah, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Tujuannya, Keberlanjutan jangka panjang suatu destinasi alam.
Pembangunan Wisata (Pariwisata Massal) lebih Fokus pada Mobilisasi wisatawan dalam jumlah besar dan pengembangan infrastruktur masif untuk keuntungan ekonomi. Dengan Pendekatan Pembangunan fisik (hotel, jalan) sering kali mendominasi, bisa mengabaikan batas ekologis. Hal ini bisa menimbulkan Risiko, Erosi, polusi, kerusakan habitat, hilangnya keaslian budaya, dan tekanan berlebihan pada lingkungan.
Pemerintah harus menjembatani Ekowisata dan Pariwisata Berkelanjutan.
Ekowisata merupakan Sub-komponen pariwisata berkelanjutan yang berfokus pada pengalaman alam, edukasi konservasi, dan partisipasi masyarakat lokal, dengan skala lebih kecil dan sensitif terhadap alam.
Pariwisata Berkelanjutan: Kerangka kerja yang lebih luas, mencakup aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi secara holistik, memastikan manfaat ekonomi dibagikan, budaya dihormati, dan lingkungan dilindungi.
.(YS)




