Wartawan -->

Kategori Berita

Benang Merah: Wartawan

Iklan Halaman Depan

Masukkan kode iklan di sini. Diwajibkan iklan ukuran 400px x 250px. Iklan ini akan tampil hanya di halaman utama.

News Feed

Tampilkan postingan dengan label Wartawan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wartawan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 November 2018

Karyawan TV Muhammadiyah Jadi Korban Pembunuhan Sadis


Jakarta - Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti (50) menduga pembunuhan terhadap karyawan Stasiun Televisi Muhammadiyah, Dufi dilakukan dengan cara yang sadis. Pasalnya, polisi menemukan luka terbuka disekujur tubuhnya saat diotopsi polisi. 


Atas meninggalnya pria yang memiliki nama asli Abdullah Fithri Setiawan itu, kata Mu'ti, juga membuat organisasi Muhammadiyah sangat berduka.

"Itu pembunuhan yang sangat sadis. Muhammadiyah sangat berduka," ujarnya seperti dilansir dari laman tirto.id, Senin, (19/11/2018).

Mu'ti juga meminta pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas pelaku dan dalang di balik peristiwa pembunuhan tersebut. Selain itu, kepolisian juga diminta meningkatkan keamanan di lokasi terbunuhnya Dufi.




"Akhir-akhir ini banyak terjadi pembunuhan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan," tuturnya.


Selain Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ikatan Jurnalis UIN (IJU) juga mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan terhadap pria berusia 43 tahun itu.

"Kami dari Ikatan Jurnalis UIN mendesak kepolisian agar menangani kasus ini dengan cepat dan profesional," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjend) IJU, Sholahuddin Al Ayyubi.

Jenazah Dufi sudah diotopsi oleh kepolisian. Hasilnya, ditemukan banyak luka terbuka disekujur tubuhnya yang merupakan bekas tindakan kekerasan. Saat ini jenazah Dufi sudah dimakamkan di TPU Budi Darma Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara, sekitar pukul 07.30 WIB, Senin (19/11/2018).

Abdullah Fithri Setiawan atau Dufi adalah seorang mantan jurnalis di sejumlah media. Mayat Dufi sebelumnya ditemukan di dalam drum oleh seorang pemulung bernama Santi, yang tengah mengais sampah di sekitar lokasi kejadian di Kampung Narogong, Klapanunggal, Kabupaten Bogor Jawa Barat pada Minggu (18/11/2018) sekitar pukul 06.00 WIB.

Santi awalnya mengira isi tong yang dikeruknya berisi sampah. Namun yang mencurigakan adalah tong tersebut tertutup lakban hitam, hingga diketahui isinya adalah mayat Dufi.

.imam / .tirto

Jumat, 14 September 2018

Wartawan Yang Terlupakan

Siti Danilah Salim, doc. 1938
benangmerah.co.id - Jagat literasi dan jurnalistik tanah air telah lama melahirkan nama-nama hebat. Namun, tak semua populer. Siti Danilah Salim, misalnya. Meski sama-sama aktif menulis dan berjuang, namanya tak setenar kakak kandungnya, Agus Salim.
Danilah adalah anak ke-10 dari 12 bersaudara. Pendidikan dasarnya dilakukan di Europesche Lagere School Riau. Dari sana dia lalu melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (setingkat SMP) di Medan. Setelah menyelesaikannya, umur 17 tahun dia bekerja di Kantor Pos dan Bea Cukai. Danilah menikah tahun 1920 dengan seorang pegawai tambang minyak. Dia lalu mengikuti suaminya ke Kalimantan dan Semarang.
Kecantol literasi
Kecintaan Danilah pada dunia literasi bermula ketika dia bekerja sebagai juru koreksi di Percetakan De Evolutie, perusahaan pribumi yang mendapat subsidi pemerintah kolonial. Kala itu usianya baru 20 tahun. Satu per satu naskah dia teliti, setiap peletakan tanda baca yang salah dia koreksi. Tak satu pun naksah buku yang hendak diterbitkan De Evolutie luput dari pemeriksaannya.
Danilah sangat menikmati pekerjaan itu. “Dari pengalaman bekerja sebagai korektrise dan belajar otodidak di De Evolutie itulah minat saya untuk mengarang mulai tumbuh,” kata Danilah dalam kumpulan memoar perempuan Sumbangsihku Bagi Pertiwi.
Kemampuan bahasa Belanda dan Indonesianya yang baik membuat Danilah tak kesulitan membuat tulisan jurnalistik dan karangan  panjang. Mulanya, Danilah menulis puisi dan esai dalam bahasa Belanda memakai nama pena Kemuning.
Tulisan berbahasa Indonesia Danilah dimuat pertamakali oleh Harian Neratja, suratkabar modern pribumi karena memuat foto. Kala itu, Agus Salim mejadi pemimpin redaksinya. Danilah lagi-lagi menjadi juru koreksi di media ini. Tulisan Danilah di Neratja bersanding dengan tulisan Agus Salim, Mohammad Yamin, Bahder Djohan, dan Kasuma Sutan Pamuntjak.
Danilah juga aktif berorganisasi. Dia bergabung dengan Jong Sumatranen Bond dan aktif menulis di Majalah Jong Sumatra. “Saya senang menulis sajak di majalah Jong Sumatra. Laporan situasi saya kirimkan ke Harian Neratja. Saya juga menerjemahkan berita pendek dari bahasa asing,” kata Danilah.
Meski sempat berpindah-pindah mengikuti suaminya, Danilah tetap menulis untuk beberapa surat kabar setempat dan mengirimkannya ke Jakarta. “Di Semarang saya menulis untuk Majalah Pestaka dan Suratkabar Bahagia mengasuh rubrik Taman Isteri,” kata Danilah.
Ketika tinggal di Semarang, Danilah mulai aktif dalam gerakan perempuan dengan bergabung ke dalam Isteri Indonesia, organisasi perempuan yang didirikan pada Juli 1932 dan diketuai Maria Ulfah. Danilah terpilih sebagai ketua Istri Indonesia cabang Semarang selama lima tahun.
Setelah bercerai dari suaminya pada 1938, Danilah pindah ke Jakarta. Dia tetap aktif dalam organisasi perempuan dan menulis. Danilah menjadi anggota Pengurus Besar Isteri Indonesia dan ketua cabang Kwitang.
Danilah menikah lagi dengan wartawan Cahaya Timur Syamsudin Sutan Makmur di masa pendudukan Jepang. Setelah Jepang hengkang, mereka mendirikan Mingguan DayaUpaya namun tak bertahan lama. Syamsudin bersama Njoto dan rekannya mendirikan Harian Rakyat. Di suratkabar ini, Danilah mengisi rubrik Pojok dengan nama samaran Bang Golok. Nama Bang Golok dia pilih karana menggambarkan ketajaman senjata rakyat Indonesia. Dalam salah satu karangannya, Danilah menulis bahwa rakyat harus bersatu-padu agar Indonesia tidak dijajah kembali oleh Belanda. “Radio milik Belanda, Pemancar RadioHilversum menuduh Bang Golok sebagai penghasut kelas satu agar Indonesia berontak melawan Belanda,” katanya.
Ketika Isteri Indonesia hendak membuat terbitan, Danilah dipercaya menduduki ketua komisi pers lantaran sepak-terjangnya di dunia literasi dan jurnalistik. Lasmidjah Hardi dalam Perjalanan Tiga Zaman menyebut Danilah sebagai wartawan terkenal di zamannya. Danilah juga aktif menulis di Majalah Isteri Indonesia. “Kakak saya Siti Salamah menjadi pemimpin umum Majalah Isteri Indonesia,” kata Danilah.
Menurutnya, menulis tidak bisa dilepaskan dari cara pandang yang berpihak pada perempuan. Kala Sukarno menikah dengan Fatmawati, misalnya, Danilah mengkritik keras Sukarno dan menyayangkan Sukarno menduakan Inggit. Bagi Danilah, Inggit perempuan hebat yang berperan besar dalam membantu Sukarno di masa sulit. Dia kembali mengkritik Sukarno ketika menikah lagi dengan Hartini. Baginya, tak ada ruang poligini karena hal itu merugikan perempuan.
Danilah berteman dekat dengan Nyonya Latief, mertua pemimpin redaksi Harian Merdeka BM Diah. Mereka sama-sama aktivis Isteri Indonesia. Nyonya Latief menjabat sebagai kepala cabang Jakarta. Ketika Isteri Indonesia mengadakan kongres di Yogyakarta, Danilah datang bersama Nyonya Latief dengan mengendarai mobil. Dari Nyonya Latief pula Danilah kenal BM Diah.
Tidak hanya berhubungan dengan BM Diah, Danilah juga pernah bekerjasama dengan Parada Harahap, Abdul Muis, Datuk Tumenggung, dan beberapa nama tenar di dunia literasi. Sayang, nama Danilah tak setenar Agus Salim atau rekan seperjuangannya. Nama Danilah terlupa dalam sejarah pers dan literasi Indonesia.

Sumber : www.historia.id

Popular 7 hari terakhir

Popular 30 hari terakhir

Popular sepanjang waktu